Ad Code

Responsive Advertisement

Proyek Di Kawasan Wasko, Fakta baru Mencuat Di duga Salah 1 PT Menjual Tanah nya Ke KTU


Batam — Hasil investigasi lanjutan tim gabungan media mengungkap fakta baru terkait aktivitas galian tanah di kawasan PT Wasco Engineering Indonesia, Tanjung Uncang, Kota Batam. Dari penelusuran di lapangan, terungkap bahwa salah satu dari tiga perusahaan yang mengerjakan proyek di kawasan tersebut, yakni PT CJK, diduga kuat menjual hasil galiannya ke perusahaan lain, yang disebut-sebut sebagai PT KTU.



“Iya, pak. Memang ada tiga perusahaan yang bermain, tapi salah satunya bisa saya pastikan — datanya A1 — bahwa dia (CJK) menjual hasil galiannya ke KTU,” ungkap salah satu sumber terpercaya yang meminta identitasnya dirahasiakan, Kamis (30/10).


Informasi tersebut memperkuat dugaan adanya praktik penyalahgunaan proyek galian tanah untuk kepentingan pribadi. Berdasarkan hasil investigasi, aktivitas jual beli tanah hasil galian itu telah berlangsung lama dan disebut sudah mencapai puluhan hingga ratusan trip pengiriman material.


Fenomena ini memperlihatkan bahwa proyek-proyek galian tanah ilegal di Kota Batam semakin marak, dan dikhawatirkan melibatkan oknum perusahaan yang mencari keuntungan pribadi dengan mengabaikan aturan perundang-undangan.


Dugaan Pelanggaran Perizinan dan Komersialisasi


Salah satu temuan utama dari tim investigasi adalah indikasi bahwa pihak pelaksana proyek tidak mengantongi izin resmi, termasuk Surat Izin Keruk Kerja (SIKK) — izin penting yang wajib dimiliki sebelum melakukan kegiatan pengerukan atau penggalian material di wilayah tertentu.


Ketiadaan SIKK menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan kegiatan pertambangan, sebagaimana diatur dalam:


Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

khususnya Pasal 158, yang menyebut:


“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), atau izin lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 109, yang mengatur ancaman pidana bagi setiap orang yang melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan tanpa izin lingkungan yang sah, dengan sanksi penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.


Selain itu, penjualan hasil galian tanpa izin resmi juga dapat dikategorikan sebagai tindak penyelundupan atau penggelapan hasil sumber daya alam negara, yang berpotensi melanggar Pasal 480 KUHP tentang penadahan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.


Rugikan Negara dan Libatkan Unsur Mafia Tambang


Jika dugaan transaksi penjualan hasil galian ilegal ini terbukti, maka aktivitas tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara, baik dari sisi pajak, retribusi daerah, maupun kerusakan lingkungan.


Praktik seperti ini juga bisa digolongkan sebagai aktivitas mafia tambang ilegal, yang memanfaatkan celah proyek untuk mengeruk keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan aspek hukum yang berlaku.


Tim Media Terus Kawal dan Minta Penegakan Hukum Tegas


Hingga berita ini diterbitkan, tim investigasi gabungan media masih melakukan penelusuran lanjutan dan berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, termasuk pemilik proyek, perusahaan pembeli material, dan instansi pengawas terkait di BP Batam serta aparat penegak hukum (APH).


Publik berharap aparat segera menindaklanjuti temuan ini dengan penyelidikan mendalam agar dugaan pelanggaran ini tidak berhenti di permukaan. Bila terbukti, pihak-pihak yang terlibat harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

(DD&Team)