Kegiatan yang diinisiasi oleh Direktorat Intelijen Polda Kepri ini bertujuan memperkuat sinergi lintas sektor dalam mencegah praktik pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara non-prosedural, yang hingga kini masih menjadi persoalan serius di wilayah perbatasan Kepri.
Wakapolda Kepri, Masyarakat Harus Waspadai Tawaran Kerja Ilegal
Brigjen Pol. Anom Wibowo SIK MSi menegaskan, pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap berbagai tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui jalur resmi. Menurutnya, kegiatan FGD ini menjadi wadah strategis untuk berbagi pengalaman, memperkuat koordinasi, dan menyatukan langkah dalam mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah Kepulauan Riau.
> “Provinsi Kepri bersama seluruh stakeholder berkomitmen mewujudkan daerah bebas dari TPPO dan memastikan masyarakat menjadi pekerja migran yang legal dan terlindungi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pekerja migran yang berangkat tanpa mengikuti prosedur resmi sangat rentan menjadi korban TPPO karena tidak memiliki sertifikasi keterampilan, dokumen sah, dan perlindungan hukum di negara tujuan.
Wakapolda juga mengingatkan masyarakat untuk selalu memeriksa keabsahan tawaran kerja melalui BP2MI, serta tidak mudah tergiur dengan janji pekerjaan mudah bergaji tinggi.
> “Kalau belum punya keterampilan, ikutilah pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK). Ada banyak program seperti pelatihan mengelas, menjadi perawat, atau pengasuh anak. Itu semua bisa jadi bekal agar bisa bekerja secara resmi dan aman di luar negeri,” tuturnya.
Imigrasi Kepri Dukung Langkah Polda Perkuat Pencegahan
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Imigrasi Kepri, Ujo Sutojo SH.MSi, turut memberikan apresiasi atas langkah strategis yang diambil Polda Kepri. Ia menilai kegiatan ini sangat penting untuk menyamakan visi antar lembaga agar upaya pencegahan bisa dilakukan lebih efektif.
> “Kepri ini wilayah perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Namun faktanya, sebagian besar yang berangkat bukan warga Kepri, melainkan dari Jawa dan NTB yang transit di Batam atau Singapura sebelum ke negara tujuan,” jelasnya.
Hingga September 2025, Kantor Imigrasi Batam tercatat menolak lebih dari 5.000 keberangkatan calon pekerja yang terindikasi non-prosedural. Meski demikian, Ujo menegaskan bahwa penolakan bukan solusi jangka panjang.
> “Mereka seharusnya diberi pembinaan dan pelatihan agar bisa berangkat secara resmi. Ini harus jadi tanggung jawab bersama,” katanya.
Ia juga menyoroti masih adanya jalur tikus menuju Malaysia yang menjadi tantangan besar dalam pengawasan. Untuk itu, imigrasi bersama Polda Kepri dan P3MI akan menindaklanjuti calon PMI yang ditolak dengan pembinaan serta pelatihan resmi.
Terkait PMI bermasalah di luar negeri, Ujo menjelaskan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melalui perwakilan di negara tujuan untuk membantu proses pemulangan.
> “Kami menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) agar mereka bisa segera dipulangkan. Tentunya semua dilakukan dengan koordinasi bersama Kemenlu karena menyangkut hukum negara setempat,” tambahnya.
Ujo juga mengingatkan bahwa fenomena PMI ilegal kini telah bergeser. Bila dulu didominasi masyarakat berpendidikan rendah, kini justru banyak lulusan muda yang tertipu tawaran kerja melalui media sosial.
> “Modusnya rekrutmen lewat Facebook atau platform lain dengan janji gaji tinggi dan pekerjaan ringan. Kami imbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dan segera lapor ke Imigrasi atau Kepolisian bila menemukan tawaran seperti itu,” tegasnya.
BP3MI Kepri Kolaborasi Jadi Kunci, Migrant Center Jadi Solusi
Kasubag TU BP3MI Kepri Irfan Andariska, menyampaikan dukungan penuh terhadap kegiatan FGD ini. Menurutnya, sinergi antar lembaga menjadi kunci utama untuk menekan angka PMI ilegal sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat.
> “Penegakan hukum penting, tapi harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan literasi masyarakat agar paham prosedur yang benar,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, BP3MI Kepri tengah mengembangkan program “Migrant Center” sebagai pilot project di wilayah perbatasan. Program ini berfokus pada peningkatan kompetensi calon pekerja migran melalui pelatihan vokasi, kerja sama dengan lembaga pendidikan, BLK, dan perusahaan penyalur tenaga kerja.
> “Melalui Migrant Center, seluruh proses — mulai dari pelatihan, informasi peluang kerja luar negeri, hingga penanganan kendala penempatan — akan terintegrasi dalam satu sistem,” jelasnya.
Tahap awal, Batam Tourism Polytechnic (BTP) akan menjadi lokasi percontohan Migrant Center, dengan fokus pelatihan di bidang perhotelan dan bahasa asing seperti Jepang, Korea, dan Inggris, sesuai kebutuhan negara penempatan.
Kami berharap, kegiatan seperti FGD ini terus digelar di berbagai daerah agar semakin banyak masyarakat yang paham pentingnya menjadi PMI secara prosedural.
> “Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin besar dampaknya. Kami berharap dukungan anggaran agar sosialisasi ini bisa dilakukan lebih luas dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Bandara Hang Nadim Siap Dukung Pengawasan PMI Non-Prosedural
Kepala Keamanan Bandara Hang Nadim Batam, Ari Lutfi, juga menyampaikan dukungan terhadap langkah Polda Kepri. Ia menjelaskan bahwa pihaknya rutin melakukan kegiatan gabungan bersama TNI, Polri, dan masyarakat untuk mencegah keberangkatan PMI non-prosedural.
> “Sistem pengawasan kami berbasis informasi dari institusi maupun masyarakat. Jika ada indikasi keberangkatan non-prosedural, kami akan berkoordinasi lebih dulu dengan bandara asal, seperti Lombok atau Yogyakarta, melalui jalur komunikasi khusus yang kami miliki,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan seperti FGD ini sangat bermanfaat karena mampu memperkuat sinergi dan membuat seluruh stakeholder memahami peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing dalam menghadapi persoalan PMI non-prosedural.
Komitmen Bersama Menuju Kepri Bebas TPPO
Kegiatan FGD ini ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama antar lembaga, sebagai simbol sinergi dalam memperkuat langkah pencegahan pengiriman PMI non-prosedural di wilayah Kepulauan Riau.
Dengan kolaborasi yang solid antara Polda Kepri, Imigrasi, BP3MI, TNI, pengelola bandara, dan berbagai instansi terkait, diharapkan Kepri dapat menjadi wilayah perbatasan yang aman, tertib, dan bebas dari TPPO — sekaligus menjadi contoh nasional dalam perlindungan pekerja migran Indonesia.
